Perundungan atau bullying bisa terjadi di mana saja, termasuk di kantor. Orang dewasa juga terkadang sengaja atau mungkin tidak sengaja dengan dalih bercanda, mem-bully orang lain.
Psikolog Klinis Dewasa, Pingkan Rumondor mengatakan perundungan di tempat kerja atau workplace bullying adalah serangkaian perilaku yang dilakukan secara sengaja dan berulang untuk mengintimidasi, menjatuhkan atau menyakiti orang lain di tempat kerja. Contohnya seperti kekerasan fisik, verbal, pengucilan/pemboikotan, sabotase pekerjaan, dan lainnya.
“Workplace bullying bisa dilakukan secara langsung maupun secara online, misalkan via telepon atau cyberbullying,” kata Pingkan dalam diskusi daring “Unilever Indonesia Suarakan Pentingnya Aksi Bersama untuk Lawan Perundungan di Tempat Kerja” pada Senin, 15 November 2021. Pingkan mengatakan, aksi workplace bullying dapat melibatkan tiga pihak.
Pertama adalah pelaku, yang kebanyakan menyerang titik lemah target agar mereka terlihat berkuasa sehingga menutupi rasa malu terhadap ketidakmampuan atau ketidakpuasan dalam dirinya. Kedua target, yang secara sengaja dipermalukan sehingga dapat mengalami berbagai efek psikologis seperti kecemasan, gejala depresi, hingga gejala post-traumatic stress disorder yang berdampak pada terganggunya keseharian dan produktivitas.
Ketiga adalah saksi. Tanpa pemahaman yang cukup mengenai cara menghadapi situasi workplace bullying, seringkali saksi mata hanya diam. Semakin banyak orang yang menjadi saksi, ada kecenderungan saksi semakin tidak tergerak menolong karena menunggu orang lain bergerak lebih dulu atau disebut juga bystander effect. “Padahal, saksi memiliki peranan yang krusial untuk mengintervensi perilaku tidak menyenangkan tersebut,” kata Pingkan.
Pingkan Rumondor mengingatkan, keberanian menjadi kunci bagi target maupun saksi dalam melawan workplace bullying. Caranya, bersikap asertif atau tegas menolak sesuatu yang mengusik psikologis mereka. Penting juga memastikan para korban bullying dan saksi percaya bahwa mereka terlindung dalam perusahaan yang memiliki kebijakan kuat terhadap segala bentuk diskriminasi.
Head of Communications PT Unilever Indonesia, Tbk., Kristy Nelwan mengajak para karyawan dan perusahaan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat, setara, dan tanpa perundungan. Di Unilever, menurut dia, terdapat kode etik bernama Respect, Dignity and Fair Treatment atau RDFT.
“Unilever Indonesia berkomitmen memastikan semua karyawan bekerja di lingkungan yang mempromosikan keberagaman, rasa saling percaya, menghormati hak asasi manusia, dan memberikan kesempatan yang setara, tanpa diskriminasi,” kata Kristy. Untuk itu, perusahaan menindak tegas perilaku menyinggung, mengintimidasi, menghina, termasuk segala bentuk pelecehan atau bullying atas dasar perbedaan ras, usia, peran, gender, agama, kondisi fisik, kelas sosial, hingga pandangan politik.